Oleh
: Andar Chan Murasaki
Minggu pagi yang alhamdulillaah
cerah, sesuai agenda di hari kedua belas bulan februari ini ada temu pekanan
Forum Penulis. Diinformasikan pematerinya adalah penulis nasional, yang lebih
menyulut semangat adalah ‘embel-embel’ doorprize
langsung dari penulis, apalagi kalau bukan buku yang mana i want it so much, hehe..
Bagaimana nggak kepincut untuk hadir
–disamping jadi ‘kewajiban’ untuk hadir- coba? Sudah pematerinya penulis
nasional, dapat doorprize buku -meski buatku ‘edisi ngarep banget’-, ketemu dan
share bareng anggota Forum Penulis yang
notabene anak kuliahan dan pastinya full semangat.
Meski datang telat karena kurang
tepat memanage waktu, dimana sebagai
ibu rumah tangga aku harus menyelesaikan dulu ‘pe er- pe er’ sebelum berangkat
menuju Arboretum Unpadj. Alhamdulillaah.. satu jam dari jadwal acara –bukan
contoh disiplin yang baik yaa..- aku sampai juga di tujuan, bersama sosok
malaikat kecil yang turut mengiringi langkah-langkahku. Di ujung tangga menuju
lokasi yang biasa, aku bertemu salah seorang pengurus..
“Baru datang juga, nih...” sapaku
pada mbak Imay.
“Iya, Teh...” kami pun bersalaman
hingga akhirnya aku jalan duluan karena beliau masih akan menunggu seorang
temannya. Sesampai di tempat biasa kuedarkan pandang menyusuri tepian danau,
tak nampak olehku anggota lain. Ahay.. ternyata mereka tersembunyi dari
pandangku oleh perdu yang menghiasi tepi jalan setapak di samping danau.
“Itu dia di sana teteh-tetehnya, yuk
kesana...” setengah berlari dengan malaikat kecil yang memeluk punggungku, aku
menuju kesekumpulan mahasiswi. Ya, karena malaikat kecil itu mengatakan ‘Riyadh
mau ikut sekolah Umi yang sama teteh-teteh, sama Om, yang ada kolamnya...’
Duh.. tambah semangat saja aku datang ke pekanan itu.
Karena keterlambatanku, aku kurang
tahu apa yang sudah disampaikan oleh Kang Koko Nata. Tapi ketika rekan-rekan
anggota Forum Penulis menyampaikan beberapa point,
aku mengambil kesimpulan.. apa yang disampaikan oleh rekan-rekan adalah tujuan
apa mereka hadir dalam temu pekanan hari itu.
Benakku secara otomatis mengatakan,
bahwa yang pertama adalah memenuhi kewajiban untuk hadir dalam temu
pekanan. Yang kedua, silaturahim dengan
rekan-rekan Forum Penulis, meski sejauh ini masih lupa-lupa ingat nama mereka. Dan dengan
hadir dalam temu pekanan tersebut aku bisa menyerap energi, semangat dari
mereka yang lebih muda hehehe.. chayo! Terlebih dengan menghadiri pertemuan itu
aku mendapatkan ilmu dunia kepenulisan, terutama untuk tema hari ini tentang
menulis cerpen dari Kang Koko Nata.
Meski nggak full konsen dalam mengikuti tema dikarenakan malaikat kecilku yang
merengek..
“
‘Ummi.. mau minum air putih, “ duh.. karena berangkat terburu-buru bekal
untuknya jadi nggak kebawa.
“Minumnya
nanti yaa, Mamang jualannya jauh di tempat yang tadi ada angkotnya...”
“Mau
minum...!!” kasihan anak ‘Ummi, maaf ya.. sayang atas kelalaian ‘Ummi. Dan syukurnya ada tukang bakso di ujung sana
yang mengalihkan perhatian si kecil. Karena hari ahad, jadi tempat ini memang
boleh dikunjungi kalangan umum. Mereka ‘rekreasi’ disekitar danau kampus. Dan
kulihat juga ada beberapa kelompok seperti kami, yang duduk ‘merumput’ dengan
bahasan masing-masing, see...?? Benar-benar
mengingatkanku ke masa lajang dulu yang sering melakukan aktivitas semacam
ini. Ada juga yang tengah melakukan sesi
pemotretan, memang backgroundnya
lumayan mendukung.
Ketika
si kecil sudah kembali bermain sambil menikmati baksonya, akupun ‘bergabung’
lagi menyimak Kang Koko. Dari apa yang beliau sampaikan, satu hal yang sama
kurasakan selama aku melakukan aktivitas menulis,
“Menulislah
secara langsung tanpa harus berlama-lama konsentrasi mencari ide dan jangan
menjadi editor pada saat kita sedang menulis.”
“Disitulah
pentingnya kita perlu untuk membuat kerangka tulisan” lanjut Kang Koko Nata.
Permasalahan
kerangka tulisan sepertinya mendominasi menjadi bahan pertanyaan.
“Masih
mengenai kerangka karangan, Kang. Apakah merupakan suatu keharusan membuat
kerangka?.. ” Seorang rekan mahasiswi bertanya setelah sebelumnya Kang Febri
juga menanyakan tentang kerangka
tulisan.
Hal
yang sama ingin kutanyakan, karena selama ini aku biasa menulis cerpen
berdasarkan peristiwa-peristiwa yang kulihat dan kualami, bahkan satu kalimat
dari yang kudengar terkadang bisa menjadi satu ide untuk membuat tulisan dimana
kemudian aku menuliskannya dengan mengalir begitu saja. Karena pada dasarnya
inti dari cerita sudah ada, aku tinggal meramunya menjadi cerita fiksi, dengan
mengembangkan imajinasi.
“Sebetulnya
bukan suatu keharusan menuliskan kerangka, karena secara tidak langsung kita
sudah memiliki angan-angan untuk tulisan kita. Misal, saya akan menulis tentang
ini, lalu nanti akan begini-begini... hal itu sudah menjadi sebuah kerangka,
namun lebih baik jika kita menuliskannya supaya tulisan tidak melebar
kemana-mana. Apalagi untuk orang yang suka tiba-tiba mendapat ide baru ketika
sedang menulis dari satu ide cerita.”
“Membuat
kerangka tulisan juga bisa mempermudah kita sewaktu ingin berimprovisasi
terhadap apa yang akan kita tulis.. “ lanjut Kang Koko dengan suara khas beliau
yang seperti suara Kang Anang Hermansyah hehehe...
“Bagaimana
dengan deadline, Kang?” sebuah suara dari kubu mahasiswa.
“Jadikan
deadline sebagai sebuah disiplin. Lebih baik kita membuat tulisan diawal
tenggat, karena kita punya kesempatan untuk merevisi tulisan kita dan
benar-benar siap untuk dikirim. Deadline itu sekedar memberi batasan waktu
untuk tulisan kita, jangan menulis dengan perasaan dikejar deadline, kadang
bisa mempengaruhi kualitas tulisan.” Penjelasan Kang Koko membuat sebagian kami
manggut-manggut mengiyakan.
Hehehe..
jadi ingat diri sendiri, semenjak ‘nyemplung’ di satu komunitas penulisan yang
notabene anggotanya ibu-ibu rumah tangga
dengan seabreg aktivitas harian, apalagi anak belum bisa ‘disambi’. Terkadang
menulis ala SKD alias sistem kejar deadline.
“Dan
untuk tulisan-tulisan monumental atau untuk moment-moment tertentu, biasanya
tiga atau dua bulan sebelumnya kita harus sudah mengirim. Terkecuali kalau kita
sudah menjadi penulis yang piawai misalnya, mungkin penerbit yang akan minta
kita untuk mengisi tulisan di bulan itu juga.” Kembali suara Kang Koko
tertangkap olehku.
“Yaa..
pada intinya semua pertanyaan yang kalian sampaikan akan terjawab dengan
sendirinya seiring perjalanan kalian dalam menulis dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
seperti ini. Untuk menjadi penulis yang baik salah satu upaya kalian adalah
dengan menjadi pembaca yang baik, hal itu akan memperkaya bahan tulisan kita.
Dan kita juga bisa mengetahui gaya tulisan serta bahasa dari berbagai penulis.”
Penjelasan Kang Koko dibagian itu begitu menarik, terlebih beliau menyampaikan
enaknya menjadi resensor.
Hmm...
enak dong ya?? Kang Koko bilang dengan
menjadi resensor setiap harinya beliau dikirim satu buku untuk dibaca guna
meresensi buku tersebut untuk kemudian mempromosikannya ke berbagai media,
entah itu facebook, twitter, koran
atau majalah. Pengeen... dikirim buku tiap hari?!? Secara hobiku membaca kurang terpenuhi setelah menikah, kalau
semasa lajang aku bisa beli buku atau majalah sesuka hati, not same in this time. Paling banter baca koran, coz get
free setiap hari hahaha... Dan paling seneng baca cerpen atau puisi di
edisi minggu...
Taraa..!!
Ini adalah bagian paling, paling super ngiler dari temu pekanan hari itu,
“Ini
saya ada beberapa buku yang akan saya titipkan pada pengurus. Saya minta kalian
untuk membuat narasi dari kegiatan hari ini. Dari pagi tadi sampai kalian
kembali ke kost an. Bagi yang tidak hadir hari ini, ya.. ceritakan kenapa tidak
hadir lalu apa saja yang dilakukan direntang waktu kita mengadakan temu pekanan
hari ini. Untuk tiga tulisan terbaik, bukunya saya titip ke pengurus. Kalau
tulisannya banyak yang bagus, insyaallaah nanti saya kirimi buku lagi,
hehehe..” So nice... closing yang
menyulut semangat dari Kang Koko Nata. Tiga buku bersampul warna hitam dalam
genggaman Kang Koko, sebuah buku kumpulan cerpen berjudul ‘... Celurit Api’,
entah aku lupa kata pertamanya, sepertinya aku pernah membaca cerpennya di
koran ‘get free’ku hehehe...
Dan
akhirnya seperti biasa acara foto-foto bareng pemateri menjadi agenda pamungkas
tiap temu pekan anggota Forum Penulis. Tak ketinggalan malaikat kecilku yang selalu pose setiap melihat ada ‘Om-om’ atau
teteh-teteh yang pegang kamera selama acara berlangsung,
“Dik
Riyadh, mau difoto nggak sama Om?” Rayuku padanya karena rewel ngajakin lihat
air mancur di danau yang kebetulan sedang mati, mungkin juga karena sudah
ngantuk dijam tidur siangnya.
“Mau,
mau..! Mana Omnya?” dan diapun langsung menyusup ke barisan depan and pose action, tak hirau dimana
‘Umminya yang penting dia difoto hahaha...
Temu
pekan Forum Penulis memang selalu menyenangkan, sudah dapat ilmu tambah teman, ketemu
penulis-penulis ‘keren’, dan hitung-hitung ngajak jalan-jalan anak semata
wayangku, refreshing...
Di rumah agenda sudah menanti, ba’da dhuhur
ketemu teman-teman untuk menimba ilmu ruhani ngecharge iman. Sementara mataku sudah mengajak untuk terkatup, sedari
jam dua pagi kuajak begadang merampungkan tulisan, ngejar DL. Hahaha... gayanya
bagai penulis sukses saja, eh! Nggak lah ya... penulis sukses nggak mungkin
nulis mepet-mepet deadline.
Jalan yang macet membuatku tak sabar untuk
cepat sampai di rumah dan memberikan hak pada mataku untuk istirahat walau
sejenak. Di dalam angkot kutangkapi kata-kata yang berseliweran di atas kepala
untuk kurangkai menjadi satu judul tulisan. Judul apa yang kiranya pas untuk
kebersamaan kami bersama Kang Koko Nata, yang kusimak selama dua jam tadi...
Selesai
Sadang,
pertengahan Februari..