Silahkan, sugeng rawuh.....monggo lesehan sembari meresapi rangkaian aksara jemariku. Semoga memberikan sesuatu yang bermanfaat ^_^ \/

Jumat, 07 Desember 2012

Yang Hadir Dalam Gerimis

http://puisipuisi-kita.blogspot.com/2012/11/giveaway-semua-tentang-puisi.html
Angkasa raya memercik rinai bening
Menyebar kesegaran hawa dingin kesejukan
Di sebuah halte ku berdiri termangu rindu menunggu
Kala senja mulai berwarna jingga
Lalang putaran roda silih berganti
Tak satupun membawaku pulang
Rinai bening semakin tercurah
Gerimis menjelma hujan sudah

Lomba Amazing Book


LOMBA AMAZING BOOK WITH SMART WRITING 2012 -- DL: 30 Desember 2012
oleh Veronica B. Vonny pada 5 Oktober 2012 pukul 16:22 ·
LOMBA AMAZING BOOK WITH SMART WRITING 2012
DL: 30 Desember 2012
 Bagi Sobat yang doyan nulis dan pengen tulisannya dibukukan, nah... sekarang inilah saat yang tepat untuk mewujudkan impianmu punya buku sendiri. Kami dari Smart Writing, penerbit lini indie dari Penerbit Writing Revolution, ingin membantu mewujudkan impian teman-teman punya buku sendiri.
 Nah, teman-teman yang berminat silakan baca syarat dan ketentuan LOMBA AMAZING BOOK WITH SMART WRITING, berikut ini:

Event Antologi : My Wedding's Story


Event Antologi: My Wedding's Story
oleh Mozaik Indie Publisher pada 6 Desember 2012 pukul 2:47 ·
Haii, Mozaik Indie Publisher punya event menulis lagi neh.
 Kali ini kami ingin mengajak Mozaiker untuk berbagi cerita mengenai pernikahan.
 Pernikahan adalah sebuah peristiwa sakral dimana dua insan yang saling mencintai disatukan dalam sebuah ikatan suci. Setiap pasangan pasti mengingkan hari istimewa tersebut menjadi moment yang tak terlupakan sepanjang hidup. Maka tak heran jika persiapannya begitu menyita waktu, tenaga hingga perasaan.
Rasanya sayang sekali jika kisah-kisah indah tentang pernikahan itu berlalu dan terlupakan begitu saja. Oleh karena itu kami mengajak anda semua untuk mengabadikannya dalam sebuah event yang kami beri nama: My Wedding’s Story.
 Untuk mengikuti event ini syaratnya sebagai berikut:

Jumat, 01 Juni 2012

Rindu Sembilu


Oleh : Andary Witjaksono
Kita hidup di masa sekarang, namun masa terlewat tak hanya untuk dikenang. Atau harus dilupakan karena peristiwa pahit yang pernah menjelang. Banyak hikmah yang dapat dijadikan pelajaran untuk hidup yang akan datang.
Berapa banyak orang yang sudah hadir dalam sepanjang nafas kita berhembus. Entah mereka yang hadir dengan kasih, atau sekedar lewat menggoreskan luka. Ada yang setia mendampingi, mensupport  pada saat kita letih. Tak luput pula yang berkhianat, berlalu ketika kita tertatih.

Selasa, 29 Mei 2012

Merindumu Pada Seraut Wajah


Oleh : Andar Chan Murasaki

Disetiap khusyuk rangkaian dzikir dan do’a, ba’da bercengkrama mesra dengan-Nya
Senantiasa mengulang dan meyakinkan hatiku, dalam tiap lima waktu terindahku
Hanya dirimu sebagai uswah al hasan
Akhir bagi semua utusan…

Yaa Musthofa…
Dalam sepi hati dan besarnya asa
Menanti pencari keping rusuk kiri
Pemilik wajah bersinar purnamamu yang kan kutemui
Yang senantiasa beranak rambut basah
Berhias senyum sumringah, berazzam  istiqomah

Nur Chandarsa


Oleh :  Andar Chan Murasaki

Nur Chandarsa...
Senyummu citra pesonaku
Tawamu cermin gembiraku
Tangismu gambaran resahku
Nur Chandarsa...

Kerlip bintang tak mampu menuntunku
Sinar pelita tak dapat terangi jalanku
Bara api tak sanggup nyalakan semangatku
Sengat bisa tak henti ayun langkahku

Anggaplah Sebagai Kesempatan Kedua (Dengan Cara-Nya Yang Indah)


Oleh : Andary Witjaksono

            Tidak semua orang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya, terlepas dari jalan seperti apa, ada kuasa Sang Pencipta dibaliknya. Terkadang seseorang menjadi cepat berprasangka bahwa ia tidak akan mendapatkan kesempatan kedua.
            Dulu aku juga menganggap bahwa semuanya sudah lewat.
Berakhir sudah semua cita-citaku untuk dapat menjadi mahasiswa atau kuliah. Sampai-sampai aku memendam dendam dan menyalahkan orang tua, karena tidak bisa melanjutkan pendidikan selepas SMA.

Kelana Aksara

Harus meluangkan waktu untuk bermesra denganmu
Menyusuri setiap reliefmu, mengantar pada sebuah luas tak bertepi
Mewujudkan segala yang mengimaji

Rasanya… Seni’mat Rujak



            Aku adalah anak pertama dalam keluarga inti, dengan tiga adik yang tak pernah kulihat pertumbuhan dan perkembangan mereka semasa balita, karena aku tinggal dengan nenekku. Aku juga tipikal gadis tomboy yang aktif kesana kemari, sehingga ‘ilmu rumah’ hampir tak kupelajari. Ketika orangtuaku pulang kampung, aku memilih untuk mancing ke sungai, ‘ngebon’ atau pergi ke gunung mencari burung bersama bapak dan adik lelakiku.
            Setelah menikahpun, suami adalah anak pertama dan tiga adiknya yang lelaki semua juga belum menikah. Sehingga pengalaman mengasuh anak bisa dibilang minim kumiliki. Namun begitu aku menyukai anak-anak, sebab dunia mereka yang polos, lucu dan fisik anak-anak yang begitu menggemaskan terutama para balita.
            Pernah suatu saat aku ‘homestay’ di rumah bibiku yang berada di kota kabupaten. Beliau adalah adik ibu satu-satunya, anaknya sudah besar-besar perempuan semua. Beliau ingin sekali punya anak lelaki, akhirnya bibi mengasuh anak lelaki sejak usianya beberapa bulan, karena orangtuanya bekerja sebagai karyawan di sebuah industri tekstil.
            Ketika itu aku homestay dikarenakan sedang ikut sebuah pelatihan Kriya Kayu dan mengikuti sekolah broadcast di Solo, sedangkan orang tua mukim di Jakarta. Karena aku tinggal bersama bibi, jadilah aku ikutan asyik mengasuh Yazeed, anak asuh bibi. Dari sanalah aku merasakan bagaimana harus bangun tengah malam, disaat mataku sedang ni’matnya beradu, sekedar membuatkan susu untuk Yazeed. Sebab aku tidur bersamanya dengan sepupuku anak pertama bibi, yang kebagian jatah mengurus Yazeed saat dititipkan sore harinya.
            Hingga di subuh hari kepalaku cenut-cenut karena tidur bangun-tidur bangun.
           “Biar Rini sin gawe susu, dia kan sekolah awan. Njagakne dumeh ada kamu.” Bibi kemudian ‘mejang’ Rini, sepupuku yang duduk di kelas tiga SMK.
           “Nggak apa-apa, Lik. Lagipula aku kasihan, Yazeed udah nangis,” sementara Rini hanya melet padaku sambil nyuci di sumur. Hitung-hitung bekal ilmu kelak jika aku menjadi ibu J
 Sore harinya sepulang dari PKL di sebuah perusahaan mebel, aku sudah melihat Yazeed diajak bermain Tyas dan Ayu, sepupuku yang lain. Setelah berganti baju dan membersihkan diri aku ganti menggendong Yazeed. Eh, nggak lama si adik kecilnya ‘pup’.
“Wealah.. Yazeed ki lho, eek wae ngenteni tante imut. Yowis, bejomu iku Mbak!” Tyas langsung kabur meninggalkan aku dan Yazeed.
“Ihh, nggak mau! Aku aja jijik sama punya sendiri…” aku mencari bibi.
“Hehe Bu’e lagi ke warung, Nda. Resikomu, Lha Yazeed pengen diceboki sama tante imut, wkwkwk.” Rini tertawa bebek, dan benar-benar dia nggak mau ninggalin gosokannya. Karena memang anak-anak bibi sudah punya jadwal tugas masing-masing. Berhubung Tyas dan Ayu masih sekolah dasar, mereka bebas tugas ngasuh Yazeed, sebatas nemenin saja. Akhirnya mau nggak mau aku membawa Yazeed ke kamar mandi dengan ‘gembolan’ nya.
Sumpah, aku sampai muntah sewaktu nyebokin dan membersihkan celana Yazeed. Sambil mikir juga, gimana ya nanti kalau aku menikah dan punya anak? Baby sitter, pembantu rumah tangga? Ya kalau keuangan kami nanti cukup untuk menggaji mereka, kalau untuk makan sehari-hari saja nggak ada?! Hehe.. iyalah memikirkan yang susah dulu J
Dan ternyata.. setelah menikah dan punya anak, urusan asuh mengasuh buah hati begitu fantastis. Menurutku pribadi kalau sekedar mengasuh buah hati, nggak perlu khusus pakai ilmu-ilmu tertentu, karena setiap orang tua, terutama ibu mempunyai keahlian alami untuk mengurus buah hatinya.
Dulu aku nggak percaya kalau ada ibu-ibu muda yang mengeluh,
“Aduh, repot punya anak kecil. Nggak bisa kemana-mana.” Emang anak itu seperti pasung atau rantai belenggu, ya? Tapi aku juga nggak percaya begitu saja ketika ada teman yang sudah duluan nikah dan punya anak, bilang…
“Ah, apa repotnya mengasuh anak? Aku enjoy saja…” Hehe, jadi sebenarnya seperti apa rasanya mengasuh buah hati baru bisa kurasakan setelah punya anak sendiri. Dan fakta membuktikan, repot atau nggak nya mengasuh buah hati itu kembali pada masing-masing pribadi.
Setelah dua minggu melahirkan, aku harus mengurus dan mengasuh sendiri buah hatiku. Mertua belum bisa menjenguk karena faktor pekerjaan, orangtua yang sebelumnya sudah menunggui sejak sehari sebelum lahiran harus balik ke Jakarta karena sebuah urusan. Jadilah aku sendirian di rumah saat suami harus pergi kerja.
Kubaringkan Riyadh putraku di atas kursi tamu, dengan meja sebagai idang-idangnya setiap aku menjemur cucian di halaman depan rumah, sehingga dia dapat terlihat dan terdengar langsung olehku jika menangis, sebab kamarku lumayan jauh ke dalam. Karena ia pernah terjatuh dari keranjang ayunan saat kutinggal mencuci di belakang, saking aktifnya.
Pun ketika aku harus memandikannya, waktu itu aku hanya modal ‘bismillaah’. Dulu sewaktu lajang setiap melihat bayi merah yang dimandikan aku merasa ngeri sekaligus tak tega, nyatanya… seumur-umur baru sekalinya itu aku memandikan bayi. Alhamdulillaah ‘parno’ku langsung hilang begitu saja, pikiran kalau sampai bayinya ‘klelep’ tak sekalipun mampir di benakku, hehe.. beneran lho! Itu adalah hal yang selalu jadi pertanyaan kalau aku melihat orang memandikan bayi dengan hitungan umur kurang dari sebulan, apalagi aku baru sekali ini melakoninya.
Hingga buah hatiku bertambah usia, aku masih meni’mati pengalamanku mengasuhnya langsung, tanpa asisten. Bahkan aku nggak pernah tega untuk menitipkan anakku walau sepuluh menit pun kepada orang lain. Meski ketika aku harus mengerjakan tugas rumah sambil menggendong anakku karena belum bisa berjalan,
Neng, bae atuh ku Emak diasuh si Ayang na,” suatu ketika tetangga menegurku sepulang dari warung berjarak lumayan jauh dan harus melewati jalan yang naik turun sambil menggendong anakku, sering orang bilang gedean yang digendong daripada yang nggendong J
Dan tidak pernah ada kejadian aku muntah gara-gara nyebokin anakku, kalupun mau muntah itu bukan karena jijik, melainkan efek bau. Jangankan bau yang itu mencium wangi parfum saja aku bisa muntah dan pusing hehe…
Sekarang Riyadh sudah berusia dua tahun delapan bulan, daya tangkapnya untuk hal-hal baru sangat cepat begitupun ingatannya. Tentu saja ‘nakal’ menjadi fase wajib dunia anak-anak. Bagaimana dia ngrecokin para santri TPA sampai mereka nangis-nangis saat mengikutiku mengajar. Lasaknya ia ketika ikut berbagai kegiatan di luar rumah.
Ulah lucu dan usilnya ketika ikut sholat, awalnya memang tertib melakukan gerakan sholat tapi setelah ‘umminya sujud langsung dijadikan kudaan. Juga ketika ia sudah tergerak untuk selalu terlibat dalam setiap aktivitas ‘umminya, menjadikan hati dan jiwa ini seolah tak rela ia jauh dari mata.
“Jangan berlebihan mencintainya hingga menomor duakan Allah, karena Ia akan cemburu. Bisa saja Allah memberikan ujian dengan mengambilnya atau menjadikan Riyadh kenapa-napa” kata-kata suamiku membuatku menangis di suatu saat Riyadh sakit panas. Sudah berbagai saran pengobatan –tradisional- kulakukan, tak kunjung ia sembuh. Akhirnya ke dokter, setelah di beri obatpun panasnya tak kunjung sembuh.
Yah.. saking sayangku pada buah hatiku untuk sholat pun aku mengulur waktu, menunggu buah hatiku terlelap dulu –ketika Riyadh belum bisa berempati-. Namun setelah Riyadh sembuh aku sebisa mungkin sholat tepat waktu, sebab ia mengingatkanku,
“Umi, sholat dulu sudah allohu akbang!” Ya Allah, bagaimana aku tidak begitu mencintainya? Aku memang manusia biasa tak lepas dari alfa, terkadang ada ketidak sabaran dalam mengasuhnya.
Pernah aku beranggapan bahwa dunia kami sama, ia sudah bisa mengerti begini dan begitu. Sehingga pada saat dia mengulang kesalahan aku menghukumnya,
“Sudah Umi bilang, kalau nakal umi tidak mau sama Riyadh. Umi tinggal saja..” aku lalu bersembunyi di ruang lain. Hingga akhirnya dia menangis,
“Umi, umi.. jangan tinggalin Riyadh! Umi cantik di mana, Iyadh minta aap –maaf-!” sambil menangis dan mendatangi setiap sudut rumah. Duhh.. kalau sudah begitu aku ikut menangis di tempat persembunyian. Ketika ‘timeout’ habis maka aku mendatanginya, begitu melihat aku muncul dia langsung memelukku, tangisnya meledak.
“Iyadh minta aap.. “ tatapan bersalahnya membuatku trenyuh,
“Nakal lagi?” kuusap airmatanya yang justru semakin menderas.
“Nggak..”
“Janji?”
“Janji” ia pun mengangguk dan mengulurkan tangan mungilnya untuk bersalaman lalu mengaitkan kelingkingnya.
“Kenapa Riyadh nangis?”
            “Ditinggal umi..” masih sesenggukan ia menjawab.
            “Riyadh, sayang nggak sama umi?”
            “Sayang..”
            “Maafin umi yaa..” dan kucium ia, kupeluk erat. Dibalasnya dengan ciuman khasnya –bukan hanya pipi, tapi semua yang menjadi bagian kepala- J
            So, mengasuh buah hati bukanlah suatu hal yang membuat seorang ibu menjadi paranoid, illfeel. Jangan pernah berasumsi bahwa anak kita adalah beban, jadikan ia teman main yang menyenangkan. Bagaimanapun kondisi buah hati kita, asuhlah dengan rasa kasih sayang, agar ia tumbuh menjadi pribadi penyayang.
            Secara pribadi, bagiku mengasuh buah hati rasanya seni’mat rujak. Ada manis, kecut, asin, pedas, bahkan sesekali rasa sepat dan pahit tercecap. Semuanya menjadi ladang ilmu dan pahala bagi kita sebagai orang tua.

Sabtu, 28 April 2012

Dua Jam Bersama Koko Nata


Oleh : Andar Chan Murasaki

            Minggu pagi yang alhamdulillaah cerah, sesuai agenda di hari kedua belas bulan februari ini ada temu pekanan Forum Penulis. Diinformasikan pematerinya adalah penulis nasional, yang lebih menyulut semangat adalah ‘embel-embel’ doorprize langsung dari penulis, apalagi kalau bukan buku yang mana i want it so much, hehe..
            Bagaimana nggak kepincut untuk hadir –disamping jadi ‘kewajiban’ untuk hadir- coba? Sudah pematerinya penulis nasional, dapat doorprize buku -meski buatku ‘edisi ngarep banget’-, ketemu dan share bareng anggota Forum Penulis yang notabene anak kuliahan dan pastinya full semangat.
            Meski datang telat karena kurang tepat memanage waktu, dimana sebagai ibu rumah tangga aku harus menyelesaikan dulu ‘pe er- pe er’ sebelum berangkat menuju Arboretum Unpadj. Alhamdulillaah.. satu jam dari jadwal acara –bukan contoh disiplin yang baik yaa..- aku sampai juga di tujuan, bersama sosok malaikat kecil yang turut mengiringi langkah-langkahku. Di ujung tangga menuju lokasi yang biasa, aku bertemu salah seorang pengurus..
            “Baru datang juga, nih...” sapaku pada mbak Imay.
            “Iya, Teh...” kami pun bersalaman hingga akhirnya aku jalan duluan karena beliau masih akan menunggu seorang temannya. Sesampai di tempat biasa kuedarkan pandang menyusuri tepian danau, tak nampak olehku anggota lain. Ahay.. ternyata mereka tersembunyi dari pandangku oleh perdu yang menghiasi tepi jalan setapak di samping danau.
            “Itu dia di sana teteh-tetehnya, yuk kesana...” setengah berlari dengan malaikat kecil yang memeluk punggungku, aku menuju kesekumpulan mahasiswi. Ya, karena malaikat kecil itu mengatakan ‘Riyadh mau ikut sekolah Umi yang sama teteh-teteh, sama Om, yang ada kolamnya...’ Duh.. tambah semangat saja aku datang ke pekanan itu.
            Karena keterlambatanku, aku kurang tahu apa yang sudah disampaikan oleh Kang Koko Nata. Tapi ketika rekan-rekan anggota Forum Penulis menyampaikan beberapa point, aku mengambil kesimpulan.. apa yang disampaikan oleh rekan-rekan adalah tujuan apa mereka hadir dalam temu pekanan hari itu.
            Benakku secara otomatis mengatakan, bahwa yang pertama adalah memenuhi kewajiban untuk hadir dalam temu pekanan.  Yang kedua, silaturahim dengan rekan-rekan Forum Penulis, meski sejauh ini masih lupa-lupa ingat nama mereka. Dan dengan hadir dalam temu pekanan tersebut aku bisa menyerap energi, semangat dari mereka yang lebih muda hehehe.. chayo! Terlebih dengan menghadiri pertemuan itu aku mendapatkan ilmu dunia kepenulisan, terutama untuk tema hari ini tentang menulis cerpen dari Kang Koko Nata.
            Meski nggak full konsen dalam mengikuti tema dikarenakan malaikat kecilku yang merengek..
“ ‘Ummi.. mau minum air putih, “ duh.. karena berangkat terburu-buru bekal untuknya jadi nggak kebawa.
“Minumnya nanti yaa, Mamang jualannya jauh di tempat yang tadi ada angkotnya...”
“Mau minum...!!” kasihan anak ‘Ummi, maaf ya.. sayang atas kelalaian ‘Ummi.  Dan syukurnya ada tukang bakso di ujung sana yang mengalihkan perhatian si kecil. Karena hari ahad, jadi tempat ini memang boleh dikunjungi kalangan umum. Mereka ‘rekreasi’ disekitar danau kampus. Dan kulihat juga ada beberapa kelompok seperti kami, yang duduk ‘merumput’ dengan bahasan masing-masing, see...?? Benar-benar mengingatkanku ke masa lajang dulu yang sering melakukan aktivitas semacam ini.  Ada juga yang tengah melakukan sesi pemotretan, memang backgroundnya lumayan mendukung.
Ketika si kecil sudah kembali bermain sambil menikmati baksonya, akupun ‘bergabung’ lagi menyimak Kang Koko. Dari apa yang beliau sampaikan, satu hal yang sama kurasakan selama aku melakukan aktivitas menulis,
“Menulislah secara langsung tanpa harus berlama-lama konsentrasi mencari ide dan jangan menjadi editor pada saat kita sedang menulis.”
“Disitulah pentingnya kita perlu untuk membuat kerangka tulisan” lanjut Kang Koko Nata.
Permasalahan kerangka tulisan sepertinya mendominasi menjadi bahan pertanyaan.
“Masih mengenai kerangka karangan, Kang. Apakah merupakan suatu keharusan membuat kerangka?.. ” Seorang rekan mahasiswi bertanya setelah sebelumnya Kang Febri juga menanyakan tentang  kerangka tulisan.
Hal yang sama ingin kutanyakan, karena selama ini aku biasa menulis cerpen berdasarkan peristiwa-peristiwa yang kulihat dan kualami, bahkan satu kalimat dari yang kudengar terkadang bisa menjadi satu ide untuk membuat tulisan dimana kemudian aku menuliskannya dengan mengalir begitu saja. Karena pada dasarnya inti dari cerita sudah ada, aku tinggal meramunya menjadi cerita fiksi, dengan mengembangkan imajinasi.
“Sebetulnya bukan suatu keharusan menuliskan kerangka, karena secara tidak langsung kita sudah memiliki angan-angan untuk tulisan kita. Misal, saya akan menulis tentang ini, lalu nanti akan begini-begini... hal itu sudah menjadi sebuah kerangka, namun lebih baik jika kita menuliskannya supaya tulisan tidak melebar kemana-mana. Apalagi untuk orang yang suka tiba-tiba mendapat ide baru ketika sedang menulis dari satu ide cerita.”
“Membuat kerangka tulisan juga bisa mempermudah kita sewaktu ingin berimprovisasi terhadap apa yang akan kita tulis.. “ lanjut Kang Koko dengan suara khas beliau yang seperti suara Kang Anang Hermansyah hehehe...
“Bagaimana dengan deadline, Kang?” sebuah suara dari kubu mahasiswa.
“Jadikan deadline sebagai sebuah disiplin. Lebih baik kita membuat tulisan diawal tenggat, karena kita punya kesempatan untuk merevisi tulisan kita dan benar-benar siap untuk dikirim. Deadline itu sekedar memberi batasan waktu untuk tulisan kita, jangan menulis dengan perasaan dikejar deadline, kadang bisa mempengaruhi kualitas tulisan.” Penjelasan Kang Koko membuat sebagian kami manggut-manggut mengiyakan.
Hehehe.. jadi ingat diri sendiri, semenjak ‘nyemplung’ di satu komunitas penulisan yang notabene anggotanya  ibu-ibu rumah tangga dengan seabreg aktivitas harian, apalagi anak belum bisa ‘disambi’. Terkadang menulis ala SKD alias sistem kejar deadline.
“Dan untuk tulisan-tulisan monumental atau untuk moment-moment tertentu, biasanya tiga atau dua bulan sebelumnya kita harus sudah mengirim. Terkecuali kalau kita sudah menjadi penulis yang piawai misalnya, mungkin penerbit yang akan minta kita untuk mengisi tulisan di bulan itu juga.” Kembali suara Kang Koko tertangkap olehku.
“Yaa.. pada intinya semua pertanyaan yang kalian sampaikan akan terjawab dengan sendirinya seiring perjalanan kalian dalam menulis dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ini. Untuk menjadi penulis yang baik salah satu upaya kalian adalah dengan menjadi pembaca yang baik, hal itu akan memperkaya bahan tulisan kita. Dan kita juga bisa mengetahui gaya tulisan serta bahasa dari berbagai penulis.” Penjelasan Kang Koko dibagian itu begitu menarik, terlebih beliau menyampaikan enaknya menjadi resensor.
Hmm... enak dong ya??  Kang Koko bilang dengan menjadi resensor setiap harinya beliau dikirim satu buku untuk dibaca guna meresensi buku tersebut untuk kemudian mempromosikannya ke berbagai media, entah itu facebook, twitter, koran atau majalah. Pengeen... dikirim buku tiap hari?!? Secara hobiku membaca kurang terpenuhi setelah menikah, kalau semasa lajang aku bisa beli buku atau majalah sesuka hati, not same in this time. Paling banter baca koran,  coz get free setiap hari hahaha... Dan paling seneng baca cerpen atau puisi di edisi minggu...
Taraa..!! Ini adalah bagian paling, paling super ngiler dari temu pekanan hari itu,
“Ini saya ada beberapa buku yang akan saya titipkan pada pengurus. Saya minta kalian untuk membuat narasi dari kegiatan hari ini. Dari pagi tadi sampai kalian kembali ke kost an. Bagi yang tidak hadir hari ini, ya.. ceritakan kenapa tidak hadir lalu apa saja yang dilakukan direntang waktu kita mengadakan temu pekanan hari ini. Untuk tiga tulisan terbaik, bukunya saya titip ke pengurus. Kalau tulisannya banyak yang bagus, insyaallaah nanti saya kirimi buku lagi, hehehe..” So nice... closing yang menyulut semangat dari Kang Koko Nata. Tiga buku bersampul warna hitam dalam genggaman Kang Koko, sebuah buku kumpulan cerpen berjudul ‘... Celurit Api’, entah aku lupa kata pertamanya, sepertinya aku pernah membaca cerpennya di koran ‘get free’ku hehehe...
Dan akhirnya seperti biasa acara foto-foto bareng pemateri menjadi agenda pamungkas tiap temu pekan anggota Forum Penulis. Tak ketinggalan malaikat kecilku yang selalu pose setiap melihat ada ‘Om-om’ atau teteh-teteh yang pegang kamera selama acara berlangsung,
“Dik Riyadh, mau difoto nggak sama Om?” Rayuku padanya karena rewel ngajakin lihat air mancur di danau yang kebetulan sedang mati, mungkin juga karena sudah ngantuk dijam tidur siangnya.
“Mau, mau..! Mana Omnya?” dan diapun langsung menyusup ke barisan depan and pose action, tak hirau dimana ‘Umminya yang penting dia difoto hahaha...
Temu pekan Forum Penulis memang selalu menyenangkan, sudah dapat ilmu tambah teman, ketemu penulis-penulis ‘keren’, dan hitung-hitung ngajak jalan-jalan anak semata wayangku, refreshing...
 Di rumah agenda sudah menanti, ba’da dhuhur ketemu teman-teman untuk menimba ilmu ruhani ngecharge iman. Sementara mataku sudah mengajak untuk terkatup, sedari jam dua pagi kuajak begadang merampungkan tulisan, ngejar DL. Hahaha... gayanya bagai penulis sukses saja, eh! Nggak lah ya... penulis sukses nggak mungkin nulis mepet-mepet deadline.
 Jalan yang macet membuatku tak sabar untuk cepat sampai di rumah dan memberikan hak pada mataku untuk istirahat walau sejenak. Di dalam angkot kutangkapi kata-kata yang berseliweran di atas kepala untuk kurangkai menjadi satu judul tulisan. Judul apa yang kiranya pas untuk kebersamaan kami bersama Kang Koko Nata, yang kusimak selama dua jam tadi...

Selesai


Sadang, pertengahan Februari..

Senin, 19 Maret 2012

Menulis Hujan


Menulis Hujan
Oleh : Andar Chan Murasaki

Musim hujan telah tiba, hari-hari diselimuti mendung dan angin bertiup begitu dingin. Tahun ini, memasuki tahun ke empat tulisanku tentang hujan. Hujan yang selalu membawa rahmat dari Sang Penciptanya, hujan yang senantiasa menghadirkan cinta dalam setiap curahnya, pun hujan yang mengingatkan kepada setiap kenangan.
Dari teras depan aku melihat lelaki separuh baya, berjalan tergesa dengan pikulan di bahunya. Padahal cuaca sedang hujan begitu deras, sehingga bunyi kentongan di tangannya samar kudengar.
“Maang…beli!” Tiba-tiba saja aku berteriak menghentikan langkahnya yang tergesa, sudah beberapa langkah menjauh dari depan rumahku. Lelaki itu pun berbalik menuju panggilan pembelinya. Aku tertegun, aduhai…kenapa aku memanggil penjual bakso tahu itu.

Jumat, 16 Maret 2012

Sebenarnya Cinta


Maukah kau tau Dinda…
Sungguhnya teramat sayangku padamu
Sebab kerana telah engkau sejukkan penglihatanku
Telah pula kau tundukkan pandanganku
Pada selainmu…


Tlah kau nyalakan …

Kamis, 15 Maret 2012

Aku adalah air


Jika diminta untuk menggambarkan diriku sebagai  benda, sebenarnya banyak yang ingin ku wakilkan. Tapi karena hanya sebuah saja, maka aku ingin seperti air. Dimana ia akan tetap ada meski terik matahari melenyapkannya, ia akan menjadi uap yang kemudian akan mengembun di suatu tempat dan temperature.

Selasa, 13 Maret 2012

Meski Menulis Dalam Angan

Harus mencari dan mencuri waktu
Untuk mewujudkanmu menjadi rangkaian aksara yang terbaca
Biarlah tak apa, ku menulis dalam angan semula
Kusimpan dahulu menjadi kalimat-kalimat padu
Dalam jedaku menjaga malaikat kecil
'Kan kutebar engkau sebagai curahan jiwa

Kamis, 08 Maret 2012

Love This Green


Oleh : Andar Chan Murasaki

            “Beribu jalan ke Roma, satu jalan ke surga. Sepertinya kata-kata itu sudah tak asing kita dengar, begitu halnya dengan kecintaan kita terhadap bumi ini. Banyak jalan untuk mengalirkan cinta padanya, namun satu jalan yang harus kita tapaki...semaikan benih dalam diri sendiri maka ia akan tumbuh menyegarkan bumi!” tiada lantang suara itu terdengar, namun begitu tertanam di sanubari.
            Adalah awal aku mencintainya, mungkin karena sedari belia aku telah akrab memandanginya. Setiap aku membaui desahnya, maka kesegaran merasuk raga, menjernihkan apa yang gundah, menentramkan segala yang resah. Dahulu, dimasa beliaku, selalu menjumpainya dipagi buta di atas bukit desa. Di sana ketika mentari separuh menebar warna emas jingga, agar tahu betapa kumencintainya, kusuguhkan senyum dengan  mata yang terpejam. Betapa dalam aku menikmati eloknya, meski di usia yang begitu belia.
            “Wening, apa yang kamu semai?” pertanyaan itu memotong telusurku dalam mencintainya.
            “Yang pasti benih cinta...” jawabku disambut derai tawa mereka yang mengaku laki-laki, tak begitu dengan teman-teman gadisku, mereka hanya menyimpannya dalam senyum.

Jumat, 10 Februari 2012

Masih....

Hingga detik ini ketika jemari sedang menari, masih saja merangkai setiap rasa hati
Entah jiwaku, ragaku, ruangku, atau rumahku...
Apakah aku, belahan jiwaku, buah hatiku, juga  mereka jiranku
Dari kampungku, negeriku, sampai pula menyeberang benua ujung duniaku
Dalam lembar kan ku ukir sejarah, dari senyum nan rekah hingga luka tak berdarah
Tak arti pula mengoceh sana-sini, hanya membuka aib sendiri tiada solusi ditemui
Biarlah aksara yang berkisah dari yang fakta juga dongeng berantah
Peduli tiada ada yang mengkaji, jemari ini kan masih saja menari...


Sadang, Jum'at Wage 17 Rabiul Awal, hari sepuluh bulan dua Masehi 2012
         

Jumat, 13 Januari 2012

Mengenangmu Petang Ini

Dulu kita berangkat dari satu fiqroh, satu harokah
Mengazzamkan untuk senantiasa di jalan dakwah
Namun mengapa kini semakin kurasa engkau telah goyah
Bahkan melihatku kembali untuk turun berkiprah
Terselip sirat nada amarah
Sementara engkau tak jua maju melangkah
Engkau tahu dirimu dinanti ummah?
Membagi ilmu buat faham mereka cerah

Tidakkah anak-anak itu membuatmu gerah?
Untuk kembali turun berkiprah
Mengembalikan julukan 'Mas Gagah'
Mengajarkan ilmu-ilmu yang sarat hikmah
Dengan senyummu yang slalu sumringah
Dan anak rambut yang basah terbalut kopyah
Ahh!!
Kutak ingin semua itu hanyalah
Akan menjadi satu kenangan indah...