http://puisipuisi-kita.blogspot.com/2012/11/giveaway-semua-tentang-puisi.html
Angkasa raya memercik rinai bening
Menyebar kesegaran hawa dingin kesejukan
Di sebuah halte ku berdiri termangu rindu menunggu
Kala senja mulai berwarna jingga
Lalang putaran roda silih berganti
Tak satupun membawaku pulang
Rinai bening semakin tercurah
Gerimis menjelma hujan sudah
Setiap apa yang tak dapat diungkapkan melalui kata dan laku, titipkan pada aksara yang 'kan berkata isinya jiwa
Silahkan, sugeng rawuh.....monggo lesehan sembari meresapi rangkaian aksara jemariku. Semoga memberikan sesuatu yang bermanfaat ^_^ \/
Jumat, 07 Desember 2012
Lomba Amazing Book
LOMBA
AMAZING BOOK WITH SMART WRITING 2012 -- DL: 30 Desember 2012
LOMBA AMAZING BOOK WITH SMART
WRITING 2012
DL: 30 Desember 2012
Bagi Sobat yang doyan nulis
dan pengen tulisannya dibukukan, nah... sekarang inilah saat yang tepat untuk
mewujudkan impianmu punya buku sendiri. Kami dari Smart Writing, penerbit lini
indie dari Penerbit Writing Revolution, ingin membantu mewujudkan impian
teman-teman punya buku sendiri.
Nah, teman-teman yang berminat
silakan baca syarat dan ketentuan LOMBA AMAZING BOOK WITH SMART WRITING,
berikut ini:
Event Antologi : My Wedding's Story
Event
Antologi: My Wedding's Story
oleh Mozaik Indie Publisher pada 6
Desember 2012 pukul 2:47 ·
Haii, Mozaik Indie Publisher punya
event menulis lagi neh.
Kali ini kami ingin mengajak
Mozaiker untuk berbagi cerita mengenai pernikahan.
Pernikahan adalah sebuah
peristiwa sakral dimana dua insan yang saling mencintai disatukan dalam sebuah
ikatan suci. Setiap pasangan pasti mengingkan hari istimewa tersebut menjadi
moment yang tak terlupakan sepanjang hidup. Maka tak heran jika persiapannya
begitu menyita waktu, tenaga hingga perasaan.
Rasanya sayang sekali jika
kisah-kisah indah tentang pernikahan itu berlalu dan terlupakan begitu saja.
Oleh karena itu kami mengajak anda semua untuk mengabadikannya dalam sebuah
event yang kami beri nama: My Wedding’s Story.
Untuk mengikuti event ini
syaratnya sebagai berikut:
Jumat, 01 Juni 2012
Rindu Sembilu
Oleh
: Andary Witjaksono
Kita
hidup di masa sekarang, namun masa terlewat tak hanya untuk dikenang. Atau
harus dilupakan karena peristiwa pahit yang pernah menjelang. Banyak hikmah
yang dapat dijadikan pelajaran untuk hidup yang akan datang.
Berapa
banyak orang yang sudah hadir dalam sepanjang nafas kita berhembus. Entah
mereka yang hadir dengan kasih, atau sekedar lewat menggoreskan luka. Ada yang
setia mendampingi, mensupport pada saat kita letih. Tak luput pula yang
berkhianat, berlalu ketika kita tertatih.
Selasa, 29 Mei 2012
Merindumu Pada Seraut Wajah
Oleh
: Andar Chan Murasaki
Disetiap
khusyuk rangkaian dzikir dan do’a, ba’da bercengkrama mesra dengan-Nya
Senantiasa
mengulang dan meyakinkan hatiku, dalam tiap lima waktu terindahku
Hanya
dirimu sebagai uswah al hasan
Akhir
bagi semua utusan…
Yaa
Musthofa…
Dalam
sepi hati dan besarnya asa
Menanti
pencari keping rusuk kiri
Pemilik
wajah bersinar purnamamu yang kan kutemui
Yang
senantiasa beranak rambut basah
Berhias
senyum sumringah, berazzam istiqomah
Nur Chandarsa
Oleh : Andar Chan Murasaki
Nur Chandarsa...
Senyummu citra pesonaku
Tawamu cermin gembiraku
Tangismu gambaran resahku
Nur Chandarsa...
Kerlip bintang tak mampu
menuntunku
Sinar pelita tak dapat terangi
jalanku
Bara api tak sanggup nyalakan semangatku
Sengat bisa tak henti ayun langkahku
Anggaplah Sebagai Kesempatan Kedua (Dengan Cara-Nya Yang Indah)
Oleh : Andary Witjaksono
Tidak semua orang selalu mendapatkan
apa yang diinginkannya, terlepas dari jalan seperti apa, ada kuasa Sang Pencipta
dibaliknya. Terkadang seseorang menjadi cepat berprasangka bahwa ia tidak akan
mendapatkan kesempatan kedua.
Dulu aku juga menganggap bahwa
semuanya sudah lewat.
Berakhir sudah semua cita-citaku untuk dapat menjadi mahasiswa atau kuliah. Sampai-sampai aku memendam dendam dan menyalahkan orang tua, karena tidak bisa melanjutkan pendidikan selepas SMA.
Berakhir sudah semua cita-citaku untuk dapat menjadi mahasiswa atau kuliah. Sampai-sampai aku memendam dendam dan menyalahkan orang tua, karena tidak bisa melanjutkan pendidikan selepas SMA.
Kelana Aksara
Harus meluangkan waktu untuk bermesra denganmu
Menyusuri setiap reliefmu, mengantar pada sebuah luas tak bertepi
Mewujudkan segala yang mengimaji
Menyusuri setiap reliefmu, mengantar pada sebuah luas tak bertepi
Mewujudkan segala yang mengimaji
Rasanya… Seni’mat Rujak
Aku adalah anak pertama dalam
keluarga inti, dengan tiga adik yang tak pernah kulihat pertumbuhan dan
perkembangan mereka semasa balita, karena aku tinggal dengan nenekku. Aku juga
tipikal gadis tomboy yang aktif kesana kemari, sehingga ‘ilmu rumah’ hampir tak
kupelajari. Ketika orangtuaku pulang kampung, aku memilih untuk mancing ke
sungai, ‘ngebon’ atau pergi ke gunung mencari burung bersama bapak dan adik
lelakiku.
Setelah menikahpun, suami adalah anak
pertama dan tiga adiknya yang lelaki semua juga belum menikah. Sehingga
pengalaman mengasuh anak bisa dibilang minim kumiliki. Namun begitu aku
menyukai anak-anak, sebab dunia mereka yang polos, lucu dan fisik anak-anak
yang begitu menggemaskan terutama para balita.
Pernah suatu saat aku ‘homestay’ di
rumah bibiku yang berada di kota kabupaten. Beliau adalah adik ibu satu-satunya,
anaknya sudah besar-besar perempuan semua. Beliau ingin sekali punya anak
lelaki, akhirnya bibi mengasuh anak lelaki sejak usianya beberapa bulan, karena
orangtuanya bekerja sebagai karyawan di sebuah industri tekstil.
Ketika itu aku homestay dikarenakan sedang ikut sebuah pelatihan Kriya Kayu dan
mengikuti sekolah broadcast di Solo,
sedangkan orang tua mukim di Jakarta. Karena aku tinggal bersama bibi, jadilah
aku ikutan asyik mengasuh Yazeed, anak asuh bibi. Dari sanalah aku merasakan
bagaimana harus bangun tengah malam, disaat mataku sedang ni’matnya beradu,
sekedar membuatkan susu untuk Yazeed. Sebab aku tidur bersamanya dengan
sepupuku anak pertama bibi, yang kebagian jatah mengurus Yazeed saat dititipkan
sore harinya.
Hingga di subuh hari kepalaku
cenut-cenut karena tidur bangun-tidur bangun.
“Biar Rini sin gawe susu, dia kan
sekolah awan. Njagakne dumeh ada
kamu.” Bibi kemudian ‘mejang’ Rini, sepupuku yang duduk di kelas tiga SMK.
“Nggak apa-apa, Lik. Lagipula aku
kasihan, Yazeed udah nangis,” sementara Rini hanya melet padaku sambil nyuci di
sumur. Hitung-hitung bekal ilmu kelak jika aku menjadi ibu J
Sore harinya sepulang dari PKL di sebuah
perusahaan mebel, aku sudah melihat Yazeed diajak bermain Tyas dan Ayu,
sepupuku yang lain. Setelah berganti baju dan membersihkan diri aku ganti
menggendong Yazeed. Eh, nggak lama si adik kecilnya ‘pup’.
“Wealah..
Yazeed ki lho, eek wae ngenteni tante
imut. Yowis, bejomu iku Mbak!” Tyas
langsung kabur meninggalkan aku dan Yazeed.
“Ihh,
nggak mau! Aku aja jijik sama punya sendiri…” aku mencari bibi.
“Hehe
Bu’e lagi ke warung, Nda. Resikomu, Lha Yazeed pengen diceboki sama tante imut,
wkwkwk.” Rini tertawa bebek, dan benar-benar dia nggak mau ninggalin
gosokannya. Karena memang anak-anak bibi sudah punya jadwal tugas
masing-masing. Berhubung Tyas dan Ayu masih sekolah dasar, mereka bebas tugas ngasuh Yazeed, sebatas nemenin saja.
Akhirnya mau nggak mau aku membawa Yazeed ke kamar mandi dengan ‘gembolan’ nya.
Sumpah,
aku sampai muntah sewaktu nyebokin dan membersihkan celana Yazeed. Sambil mikir
juga, gimana ya nanti kalau aku menikah dan punya anak? Baby sitter, pembantu rumah tangga? Ya kalau keuangan kami nanti
cukup untuk menggaji mereka, kalau untuk makan sehari-hari saja nggak ada?! Hehe..
iyalah memikirkan yang susah dulu J
Dan
ternyata.. setelah menikah dan punya anak, urusan asuh mengasuh buah hati
begitu fantastis. Menurutku pribadi kalau sekedar mengasuh buah hati, nggak
perlu khusus pakai ilmu-ilmu tertentu, karena setiap orang tua, terutama ibu mempunyai
keahlian alami untuk mengurus buah hatinya.
Dulu
aku nggak percaya kalau ada ibu-ibu muda yang mengeluh,
“Aduh,
repot punya anak kecil. Nggak bisa kemana-mana.” Emang anak itu seperti pasung atau rantai belenggu, ya? Tapi aku
juga nggak percaya begitu saja ketika ada teman yang sudah duluan nikah dan
punya anak, bilang…
“Ah,
apa repotnya mengasuh anak? Aku enjoy
saja…” Hehe, jadi sebenarnya seperti apa rasanya mengasuh buah hati baru bisa
kurasakan setelah punya anak sendiri. Dan fakta membuktikan, repot atau nggak
nya mengasuh buah hati itu kembali pada masing-masing pribadi.
Setelah
dua minggu melahirkan, aku harus mengurus dan mengasuh sendiri buah hatiku.
Mertua belum bisa menjenguk karena faktor pekerjaan, orangtua yang sebelumnya
sudah menunggui sejak sehari sebelum lahiran harus balik ke Jakarta karena
sebuah urusan. Jadilah aku sendirian di rumah saat suami harus pergi kerja.
Kubaringkan
Riyadh putraku di atas kursi tamu, dengan meja sebagai idang-idangnya setiap aku menjemur cucian di halaman depan rumah,
sehingga dia dapat terlihat dan terdengar langsung olehku jika menangis, sebab
kamarku lumayan jauh ke dalam. Karena ia pernah terjatuh dari keranjang ayunan
saat kutinggal mencuci di belakang, saking aktifnya.
Pun
ketika aku harus memandikannya, waktu itu aku hanya modal ‘bismillaah’. Dulu
sewaktu lajang setiap melihat bayi merah yang dimandikan aku merasa ngeri
sekaligus tak tega, nyatanya… seumur-umur baru sekalinya itu aku memandikan
bayi. Alhamdulillaah ‘parno’ku langsung hilang begitu saja, pikiran kalau
sampai bayinya ‘klelep’ tak sekalipun mampir di benakku, hehe.. beneran lho!
Itu adalah hal yang selalu jadi pertanyaan kalau aku melihat orang memandikan
bayi dengan hitungan umur kurang dari sebulan, apalagi aku baru sekali ini
melakoninya.
Hingga
buah hatiku bertambah usia, aku masih meni’mati pengalamanku mengasuhnya
langsung, tanpa asisten. Bahkan aku nggak pernah tega untuk menitipkan anakku
walau sepuluh menit pun kepada orang lain. Meski ketika aku harus mengerjakan
tugas rumah sambil menggendong anakku karena belum bisa berjalan,
“Neng, bae atuh ku Emak diasuh si Ayang na,”
suatu ketika tetangga menegurku sepulang dari warung berjarak lumayan jauh dan
harus melewati jalan yang naik turun sambil menggendong anakku, sering orang
bilang gedean yang digendong daripada yang nggendong J
Dan
tidak pernah ada kejadian aku muntah gara-gara nyebokin anakku, kalupun mau
muntah itu bukan karena jijik, melainkan efek bau. Jangankan bau yang itu
mencium wangi parfum saja aku bisa muntah dan pusing hehe…
Sekarang
Riyadh sudah berusia dua tahun delapan bulan, daya tangkapnya untuk hal-hal
baru sangat cepat begitupun ingatannya. Tentu saja ‘nakal’ menjadi fase wajib
dunia anak-anak. Bagaimana dia ngrecokin para santri TPA sampai mereka nangis-nangis
saat mengikutiku mengajar. Lasaknya
ia ketika ikut berbagai kegiatan di luar rumah.
Ulah
lucu dan usilnya ketika ikut sholat, awalnya memang tertib melakukan gerakan
sholat tapi setelah ‘umminya sujud langsung dijadikan kudaan. Juga ketika ia
sudah tergerak untuk selalu terlibat dalam setiap aktivitas ‘umminya,
menjadikan hati dan jiwa ini seolah tak rela ia jauh dari mata.
“Jangan
berlebihan mencintainya hingga menomor duakan Allah, karena Ia akan cemburu.
Bisa saja Allah memberikan ujian dengan mengambilnya atau menjadikan Riyadh
kenapa-napa” kata-kata suamiku membuatku menangis di suatu saat Riyadh sakit
panas. Sudah berbagai saran pengobatan –tradisional- kulakukan, tak kunjung ia
sembuh. Akhirnya ke dokter, setelah di beri obatpun panasnya tak kunjung
sembuh.
Yah..
saking sayangku pada buah hatiku untuk sholat pun aku mengulur waktu, menunggu
buah hatiku terlelap dulu –ketika Riyadh belum bisa berempati-. Namun setelah
Riyadh sembuh aku sebisa mungkin sholat tepat waktu, sebab ia mengingatkanku,
“Umi,
sholat dulu sudah allohu akbang!” Ya Allah, bagaimana aku tidak begitu
mencintainya? Aku memang manusia biasa tak lepas dari alfa, terkadang ada
ketidak sabaran dalam mengasuhnya.
Pernah
aku beranggapan bahwa dunia kami sama, ia sudah bisa mengerti begini dan begitu.
Sehingga pada saat dia mengulang kesalahan aku menghukumnya,
“Sudah
Umi bilang, kalau nakal umi tidak mau sama Riyadh. Umi tinggal saja..” aku lalu
bersembunyi di ruang lain. Hingga akhirnya dia menangis,
“Umi,
umi.. jangan tinggalin Riyadh! Umi cantik di mana, Iyadh minta aap –maaf-!”
sambil menangis dan mendatangi setiap sudut rumah. Duhh.. kalau sudah begitu
aku ikut menangis di tempat persembunyian. Ketika ‘timeout’ habis maka aku
mendatanginya, begitu melihat aku muncul dia langsung memelukku, tangisnya
meledak.
“Iyadh
minta aap.. “ tatapan bersalahnya membuatku trenyuh,
“Nakal
lagi?” kuusap airmatanya yang justru semakin menderas.
“Nggak..”
“Janji?”
“Janji”
ia pun mengangguk dan mengulurkan tangan mungilnya untuk bersalaman lalu
mengaitkan kelingkingnya.
“Kenapa
Riyadh nangis?”
“Ditinggal umi..” masih sesenggukan
ia menjawab.
“Riyadh, sayang nggak sama umi?”
“Sayang..”
“Maafin umi yaa..” dan kucium ia,
kupeluk erat. Dibalasnya dengan ciuman khasnya –bukan hanya pipi, tapi semua
yang menjadi bagian kepala- J
So,
mengasuh buah hati bukanlah suatu hal yang membuat seorang ibu menjadi
paranoid, illfeel. Jangan pernah
berasumsi bahwa anak kita adalah beban, jadikan ia teman main yang
menyenangkan. Bagaimanapun kondisi buah hati kita, asuhlah dengan rasa kasih
sayang, agar ia tumbuh menjadi pribadi penyayang.
Secara pribadi, bagiku mengasuh buah
hati rasanya seni’mat rujak. Ada manis, kecut, asin, pedas, bahkan sesekali rasa
sepat dan pahit tercecap. Semuanya menjadi ladang ilmu dan pahala bagi kita
sebagai orang tua.
Sabtu, 28 April 2012
Dua Jam Bersama Koko Nata
Oleh
: Andar Chan Murasaki
Minggu pagi yang alhamdulillaah
cerah, sesuai agenda di hari kedua belas bulan februari ini ada temu pekanan
Forum Penulis. Diinformasikan pematerinya adalah penulis nasional, yang lebih
menyulut semangat adalah ‘embel-embel’ doorprize
langsung dari penulis, apalagi kalau bukan buku yang mana i want it so much, hehe..
Bagaimana nggak kepincut untuk hadir
–disamping jadi ‘kewajiban’ untuk hadir- coba? Sudah pematerinya penulis
nasional, dapat doorprize buku -meski buatku ‘edisi ngarep banget’-, ketemu dan
share bareng anggota Forum Penulis yang
notabene anak kuliahan dan pastinya full semangat.
Meski datang telat karena kurang
tepat memanage waktu, dimana sebagai
ibu rumah tangga aku harus menyelesaikan dulu ‘pe er- pe er’ sebelum berangkat
menuju Arboretum Unpadj. Alhamdulillaah.. satu jam dari jadwal acara –bukan
contoh disiplin yang baik yaa..- aku sampai juga di tujuan, bersama sosok
malaikat kecil yang turut mengiringi langkah-langkahku. Di ujung tangga menuju
lokasi yang biasa, aku bertemu salah seorang pengurus..
“Baru datang juga, nih...” sapaku
pada mbak Imay.
“Iya, Teh...” kami pun bersalaman
hingga akhirnya aku jalan duluan karena beliau masih akan menunggu seorang
temannya. Sesampai di tempat biasa kuedarkan pandang menyusuri tepian danau,
tak nampak olehku anggota lain. Ahay.. ternyata mereka tersembunyi dari
pandangku oleh perdu yang menghiasi tepi jalan setapak di samping danau.
“Itu dia di sana teteh-tetehnya, yuk
kesana...” setengah berlari dengan malaikat kecil yang memeluk punggungku, aku
menuju kesekumpulan mahasiswi. Ya, karena malaikat kecil itu mengatakan ‘Riyadh
mau ikut sekolah Umi yang sama teteh-teteh, sama Om, yang ada kolamnya...’
Duh.. tambah semangat saja aku datang ke pekanan itu.
Karena keterlambatanku, aku kurang
tahu apa yang sudah disampaikan oleh Kang Koko Nata. Tapi ketika rekan-rekan
anggota Forum Penulis menyampaikan beberapa point,
aku mengambil kesimpulan.. apa yang disampaikan oleh rekan-rekan adalah tujuan
apa mereka hadir dalam temu pekanan hari itu.
Benakku secara otomatis mengatakan,
bahwa yang pertama adalah memenuhi kewajiban untuk hadir dalam temu
pekanan. Yang kedua, silaturahim dengan
rekan-rekan Forum Penulis, meski sejauh ini masih lupa-lupa ingat nama mereka. Dan dengan
hadir dalam temu pekanan tersebut aku bisa menyerap energi, semangat dari
mereka yang lebih muda hehehe.. chayo! Terlebih dengan menghadiri pertemuan itu
aku mendapatkan ilmu dunia kepenulisan, terutama untuk tema hari ini tentang
menulis cerpen dari Kang Koko Nata.
Meski nggak full konsen dalam mengikuti tema dikarenakan malaikat kecilku yang
merengek..
“
‘Ummi.. mau minum air putih, “ duh.. karena berangkat terburu-buru bekal
untuknya jadi nggak kebawa.
“Minumnya
nanti yaa, Mamang jualannya jauh di tempat yang tadi ada angkotnya...”
“Mau
minum...!!” kasihan anak ‘Ummi, maaf ya.. sayang atas kelalaian ‘Ummi. Dan syukurnya ada tukang bakso di ujung sana
yang mengalihkan perhatian si kecil. Karena hari ahad, jadi tempat ini memang
boleh dikunjungi kalangan umum. Mereka ‘rekreasi’ disekitar danau kampus. Dan
kulihat juga ada beberapa kelompok seperti kami, yang duduk ‘merumput’ dengan
bahasan masing-masing, see...?? Benar-benar
mengingatkanku ke masa lajang dulu yang sering melakukan aktivitas semacam
ini. Ada juga yang tengah melakukan sesi
pemotretan, memang backgroundnya
lumayan mendukung.
Ketika
si kecil sudah kembali bermain sambil menikmati baksonya, akupun ‘bergabung’
lagi menyimak Kang Koko. Dari apa yang beliau sampaikan, satu hal yang sama
kurasakan selama aku melakukan aktivitas menulis,
“Menulislah
secara langsung tanpa harus berlama-lama konsentrasi mencari ide dan jangan
menjadi editor pada saat kita sedang menulis.”
“Disitulah
pentingnya kita perlu untuk membuat kerangka tulisan” lanjut Kang Koko Nata.
Permasalahan
kerangka tulisan sepertinya mendominasi menjadi bahan pertanyaan.
“Masih
mengenai kerangka karangan, Kang. Apakah merupakan suatu keharusan membuat
kerangka?.. ” Seorang rekan mahasiswi bertanya setelah sebelumnya Kang Febri
juga menanyakan tentang kerangka
tulisan.
Hal
yang sama ingin kutanyakan, karena selama ini aku biasa menulis cerpen
berdasarkan peristiwa-peristiwa yang kulihat dan kualami, bahkan satu kalimat
dari yang kudengar terkadang bisa menjadi satu ide untuk membuat tulisan dimana
kemudian aku menuliskannya dengan mengalir begitu saja. Karena pada dasarnya
inti dari cerita sudah ada, aku tinggal meramunya menjadi cerita fiksi, dengan
mengembangkan imajinasi.
“Sebetulnya
bukan suatu keharusan menuliskan kerangka, karena secara tidak langsung kita
sudah memiliki angan-angan untuk tulisan kita. Misal, saya akan menulis tentang
ini, lalu nanti akan begini-begini... hal itu sudah menjadi sebuah kerangka,
namun lebih baik jika kita menuliskannya supaya tulisan tidak melebar
kemana-mana. Apalagi untuk orang yang suka tiba-tiba mendapat ide baru ketika
sedang menulis dari satu ide cerita.”
“Membuat
kerangka tulisan juga bisa mempermudah kita sewaktu ingin berimprovisasi
terhadap apa yang akan kita tulis.. “ lanjut Kang Koko dengan suara khas beliau
yang seperti suara Kang Anang Hermansyah hehehe...
“Bagaimana
dengan deadline, Kang?” sebuah suara dari kubu mahasiswa.
“Jadikan
deadline sebagai sebuah disiplin. Lebih baik kita membuat tulisan diawal
tenggat, karena kita punya kesempatan untuk merevisi tulisan kita dan
benar-benar siap untuk dikirim. Deadline itu sekedar memberi batasan waktu
untuk tulisan kita, jangan menulis dengan perasaan dikejar deadline, kadang
bisa mempengaruhi kualitas tulisan.” Penjelasan Kang Koko membuat sebagian kami
manggut-manggut mengiyakan.
Hehehe..
jadi ingat diri sendiri, semenjak ‘nyemplung’ di satu komunitas penulisan yang
notabene anggotanya ibu-ibu rumah tangga
dengan seabreg aktivitas harian, apalagi anak belum bisa ‘disambi’. Terkadang
menulis ala SKD alias sistem kejar deadline.
“Dan
untuk tulisan-tulisan monumental atau untuk moment-moment tertentu, biasanya
tiga atau dua bulan sebelumnya kita harus sudah mengirim. Terkecuali kalau kita
sudah menjadi penulis yang piawai misalnya, mungkin penerbit yang akan minta
kita untuk mengisi tulisan di bulan itu juga.” Kembali suara Kang Koko
tertangkap olehku.
“Yaa..
pada intinya semua pertanyaan yang kalian sampaikan akan terjawab dengan
sendirinya seiring perjalanan kalian dalam menulis dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan
seperti ini. Untuk menjadi penulis yang baik salah satu upaya kalian adalah
dengan menjadi pembaca yang baik, hal itu akan memperkaya bahan tulisan kita.
Dan kita juga bisa mengetahui gaya tulisan serta bahasa dari berbagai penulis.”
Penjelasan Kang Koko dibagian itu begitu menarik, terlebih beliau menyampaikan
enaknya menjadi resensor.
Hmm...
enak dong ya?? Kang Koko bilang dengan
menjadi resensor setiap harinya beliau dikirim satu buku untuk dibaca guna
meresensi buku tersebut untuk kemudian mempromosikannya ke berbagai media,
entah itu facebook, twitter, koran
atau majalah. Pengeen... dikirim buku tiap hari?!? Secara hobiku membaca kurang terpenuhi setelah menikah, kalau
semasa lajang aku bisa beli buku atau majalah sesuka hati, not same in this time. Paling banter baca koran, coz get
free setiap hari hahaha... Dan paling seneng baca cerpen atau puisi di
edisi minggu...
Taraa..!!
Ini adalah bagian paling, paling super ngiler dari temu pekanan hari itu,
“Ini
saya ada beberapa buku yang akan saya titipkan pada pengurus. Saya minta kalian
untuk membuat narasi dari kegiatan hari ini. Dari pagi tadi sampai kalian
kembali ke kost an. Bagi yang tidak hadir hari ini, ya.. ceritakan kenapa tidak
hadir lalu apa saja yang dilakukan direntang waktu kita mengadakan temu pekanan
hari ini. Untuk tiga tulisan terbaik, bukunya saya titip ke pengurus. Kalau
tulisannya banyak yang bagus, insyaallaah nanti saya kirimi buku lagi,
hehehe..” So nice... closing yang
menyulut semangat dari Kang Koko Nata. Tiga buku bersampul warna hitam dalam
genggaman Kang Koko, sebuah buku kumpulan cerpen berjudul ‘... Celurit Api’,
entah aku lupa kata pertamanya, sepertinya aku pernah membaca cerpennya di
koran ‘get free’ku hehehe...
Dan
akhirnya seperti biasa acara foto-foto bareng pemateri menjadi agenda pamungkas
tiap temu pekan anggota Forum Penulis. Tak ketinggalan malaikat kecilku yang selalu pose setiap melihat ada ‘Om-om’ atau
teteh-teteh yang pegang kamera selama acara berlangsung,
“Dik
Riyadh, mau difoto nggak sama Om?” Rayuku padanya karena rewel ngajakin lihat
air mancur di danau yang kebetulan sedang mati, mungkin juga karena sudah
ngantuk dijam tidur siangnya.
“Mau,
mau..! Mana Omnya?” dan diapun langsung menyusup ke barisan depan and pose action, tak hirau dimana
‘Umminya yang penting dia difoto hahaha...
Temu
pekan Forum Penulis memang selalu menyenangkan, sudah dapat ilmu tambah teman, ketemu
penulis-penulis ‘keren’, dan hitung-hitung ngajak jalan-jalan anak semata
wayangku, refreshing...
Di rumah agenda sudah menanti, ba’da dhuhur
ketemu teman-teman untuk menimba ilmu ruhani ngecharge iman. Sementara mataku sudah mengajak untuk terkatup, sedari
jam dua pagi kuajak begadang merampungkan tulisan, ngejar DL. Hahaha... gayanya
bagai penulis sukses saja, eh! Nggak lah ya... penulis sukses nggak mungkin
nulis mepet-mepet deadline.
Jalan yang macet membuatku tak sabar untuk
cepat sampai di rumah dan memberikan hak pada mataku untuk istirahat walau
sejenak. Di dalam angkot kutangkapi kata-kata yang berseliweran di atas kepala
untuk kurangkai menjadi satu judul tulisan. Judul apa yang kiranya pas untuk
kebersamaan kami bersama Kang Koko Nata, yang kusimak selama dua jam tadi...
Selesai
Sadang,
pertengahan Februari..
Senin, 19 Maret 2012
Menulis Hujan
Menulis
Hujan
Oleh
: Andar Chan Murasaki
Musim
hujan telah tiba, hari-hari diselimuti mendung dan angin bertiup begitu dingin.
Tahun ini, memasuki tahun ke empat tulisanku tentang hujan. Hujan yang selalu
membawa rahmat dari Sang Penciptanya, hujan yang senantiasa menghadirkan cinta
dalam setiap curahnya, pun hujan yang mengingatkan kepada setiap kenangan.
Dari
teras depan aku melihat lelaki separuh baya, berjalan tergesa dengan pikulan di
bahunya. Padahal cuaca sedang hujan begitu deras, sehingga bunyi kentongan di
tangannya samar kudengar.
“Maang…beli!”
Tiba-tiba saja aku berteriak menghentikan langkahnya yang tergesa, sudah
beberapa langkah menjauh dari depan rumahku. Lelaki itu pun berbalik menuju
panggilan pembelinya. Aku tertegun, aduhai…kenapa aku memanggil penjual bakso
tahu itu.
Jumat, 16 Maret 2012
Sebenarnya Cinta
Maukah kau tau Dinda…
Sungguhnya teramat sayangku padamu
Sebab kerana telah engkau sejukkan penglihatanku
Telah pula kau tundukkan pandanganku
Pada selainmu…
Tlah kau nyalakan …
Kamis, 15 Maret 2012
Aku adalah air
Jika
diminta untuk menggambarkan diriku sebagai benda, sebenarnya banyak yang ingin ku wakilkan.
Tapi karena hanya sebuah saja, maka aku ingin seperti air. Dimana ia akan tetap
ada meski terik matahari melenyapkannya, ia akan menjadi uap yang kemudian akan
mengembun di suatu tempat dan temperature.
Selasa, 13 Maret 2012
Meski Menulis Dalam Angan
Harus mencari dan mencuri waktu
Untuk mewujudkanmu menjadi rangkaian aksara yang terbaca
Biarlah tak apa, ku menulis dalam angan semula
Kusimpan dahulu menjadi kalimat-kalimat padu
Dalam jedaku menjaga malaikat kecil
'Kan kutebar engkau sebagai curahan jiwa
Untuk mewujudkanmu menjadi rangkaian aksara yang terbaca
Biarlah tak apa, ku menulis dalam angan semula
Kusimpan dahulu menjadi kalimat-kalimat padu
Dalam jedaku menjaga malaikat kecil
'Kan kutebar engkau sebagai curahan jiwa
Kamis, 08 Maret 2012
Love This Green
Oleh
: Andar Chan Murasaki
“Beribu jalan ke Roma, satu jalan ke
surga. Sepertinya kata-kata itu sudah tak asing kita dengar, begitu halnya
dengan kecintaan kita terhadap bumi ini. Banyak jalan untuk mengalirkan cinta
padanya, namun satu jalan yang harus kita tapaki...semaikan benih dalam diri
sendiri maka ia akan tumbuh menyegarkan bumi!” tiada lantang suara itu
terdengar, namun begitu tertanam di sanubari.
Adalah awal aku mencintainya,
mungkin karena sedari belia aku telah akrab memandanginya. Setiap aku membaui
desahnya, maka kesegaran merasuk raga, menjernihkan apa yang gundah,
menentramkan segala yang resah. Dahulu, dimasa beliaku, selalu menjumpainya
dipagi buta di atas bukit desa. Di sana ketika mentari separuh menebar warna
emas jingga, agar tahu betapa kumencintainya, kusuguhkan senyum dengan mata yang terpejam. Betapa dalam aku
menikmati eloknya, meski di usia yang begitu belia.
“Wening, apa yang kamu semai?”
pertanyaan itu memotong telusurku dalam mencintainya.
“Yang pasti benih cinta...” jawabku
disambut derai tawa mereka yang mengaku laki-laki, tak begitu dengan
teman-teman gadisku, mereka hanya menyimpannya dalam senyum.
Jumat, 10 Februari 2012
Masih....
Hingga detik ini ketika jemari sedang menari, masih saja merangkai setiap rasa hati
Entah jiwaku, ragaku, ruangku, atau rumahku...
Apakah aku, belahan jiwaku, buah hatiku, juga mereka jiranku
Dari kampungku, negeriku, sampai pula menyeberang benua ujung duniaku
Dalam lembar kan ku ukir sejarah, dari senyum nan rekah hingga luka tak berdarah
Tak arti pula mengoceh sana-sini, hanya membuka aib sendiri tiada solusi ditemui
Biarlah aksara yang berkisah dari yang fakta juga dongeng berantah
Peduli tiada ada yang mengkaji, jemari ini kan masih saja menari...
Sadang, Jum'at Wage 17 Rabiul Awal, hari sepuluh bulan dua Masehi 2012
Entah jiwaku, ragaku, ruangku, atau rumahku...
Apakah aku, belahan jiwaku, buah hatiku, juga mereka jiranku
Dari kampungku, negeriku, sampai pula menyeberang benua ujung duniaku
Dalam lembar kan ku ukir sejarah, dari senyum nan rekah hingga luka tak berdarah
Tak arti pula mengoceh sana-sini, hanya membuka aib sendiri tiada solusi ditemui
Biarlah aksara yang berkisah dari yang fakta juga dongeng berantah
Peduli tiada ada yang mengkaji, jemari ini kan masih saja menari...
Sadang, Jum'at Wage 17 Rabiul Awal, hari sepuluh bulan dua Masehi 2012
Jumat, 13 Januari 2012
Mengenangmu Petang Ini
Dulu kita berangkat dari satu fiqroh, satu harokah
Mengazzamkan untuk senantiasa di jalan dakwah
Namun mengapa kini semakin kurasa engkau telah goyah
Bahkan melihatku kembali untuk turun berkiprah
Terselip sirat nada amarah
Sementara engkau tak jua maju melangkah
Engkau tahu dirimu dinanti ummah?
Membagi ilmu buat faham mereka cerah
Tidakkah anak-anak itu membuatmu gerah?
Untuk kembali turun berkiprah
Mengembalikan julukan 'Mas Gagah'
Mengajarkan ilmu-ilmu yang sarat hikmah
Dengan senyummu yang slalu sumringah
Dan anak rambut yang basah terbalut kopyah
Ahh!!
Kutak ingin semua itu hanyalah
Akan menjadi satu kenangan indah...
Mengazzamkan untuk senantiasa di jalan dakwah
Namun mengapa kini semakin kurasa engkau telah goyah
Bahkan melihatku kembali untuk turun berkiprah
Terselip sirat nada amarah
Sementara engkau tak jua maju melangkah
Engkau tahu dirimu dinanti ummah?
Membagi ilmu buat faham mereka cerah
Tidakkah anak-anak itu membuatmu gerah?
Untuk kembali turun berkiprah
Mengembalikan julukan 'Mas Gagah'
Mengajarkan ilmu-ilmu yang sarat hikmah
Dengan senyummu yang slalu sumringah
Dan anak rambut yang basah terbalut kopyah
Ahh!!
Kutak ingin semua itu hanyalah
Akan menjadi satu kenangan indah...
Langganan:
Postingan (Atom)